MAKA tugas menjadi orang tua, khususnya dalam agama Islam, tidak bisa disepelekan, karena tugas ini berkaitan dengan keberlangsungan kebahagiaan hidup anak dan keturunan dunia dan akhirat.
Dalam menjalankan tugas sebagai seorang pendidik, untuk melahirkan generasi yang taat dalam menjalankan perintah Allah swt, orang tua memerlukan support system atau dukungan yang kuat dari lingkungan sekitarnya. Orang tua yang tinggal di sebuah lingkungan dengan masyarakat yang heterogen, khususnya dalam pola mendidik anak, akan menghadapi tantangan yang tidak mudah untuk sekadar mendisiplinkan anak agar tidak berinteraksi dengan gadget, misalnya. Belum lagi kalau lingkungan tersebut ternyata membebaskan atau cenderung membiarkan anak – anak untuk berbusana tidak islami dengan alasan fashion kekinian yang menampakkan aurat para remaja wanitanya. Hal ini akan membuat orang tua yang tinggal di lingkungan tersebut merasa takut dan khawatir kalau putrinya akan terseret dalam pergaulan yang jauh dari nilai – nilai islami. Terlebih pengaruh akses dunia maya yang sudah masuk ke dalam kamar – kamar tidur anak di usia mereka yang bahkan masih sangat belia, merupakan ancaman bagi orang tua untuk menghindarkan putra putrinya dari pengaruh negatif yang berkeliaran di dunia maya tersebut. Kehadiran pondok pesantren yang menciptakan sebuah lingkungan yang homogen menjadi alternatif terbaik bagi orang tua untuk melanjutkan misi pendidikan putra – putrinya. Spirit Nabi ibrahim yang menempatkan Ismail di tanah yang gersang, jauh dari keramaian, menjadi energi bagi orang tua untuk mengambil ibrah (pelajaran) untuk juga menempatkan putra – putrinya di “tanah tandus” zaman modern ini yaitu pondok pesantren. Jangan bandingkan siapa orang tua dan siapa sang anak, dan jangan bandingkan bagaimana fasilitas tanah tandus tempat nabiullah Ismail alaihissalam dititipkan dengan tanh tandus zaman modern, karena substansi yang terdapat di dalamnya sesungguhnya bernilai sama yaitu agar anak – anak yang tinggal di lingkungan ini menjadi anak – anak yang senantiasa tunduk dan beribadah hanya kepada Allah swt, menjadi generasi qurrota a’yun, yaitu generasi yang menyejukkan pandangan kedua orang tua dan masyarakat sekitarnya dengan tingginya akhlak mulia anak – anak tersebut.
Pondok Pesantren, yang kehadirannya di Indonesia di awal abad 18 atau tahun 1700an, merupakan sarana yang tepat bagi orang tua untuk melanjutkan misi pendidikan putra putrinya agar amanah yang dititipkan oleh Allah bisa menjaga fitrah kesucian dirinya sebagai seorang muslim yang tunduk dan taat hanya kepada Allah. Pesantren memiliki infrastruktur pendidikan yang sangat ideal dalam menjalankan fungsinya sebagai penjaga fitrah generasi agar terhindar dari “godaan syaithan” dalam berbagai wujud dan topengnya di era disrupsi ini. Penerapan nilai – nilai kehidupan yang sama yang mengacu pada Qur’an terhadap seluruh santri di pesantren yang datang dari berbagai latar belakang keluarga dan budaya yang berbeda merupakan software utama dalam memformat generasi ini menjadi generasi yang lurus akidahnya dan mulia akhlaknya. Mesjid sebagai sentral kegiatan baik kegiatan ibadah wajib dan nawafil maupun kegiatan tarbiyah merupakan sarana efektif sebagai pembentukan karakter penghambaan hanya kepada Allah.(**)