NUNUKAN, lingkaranberita.com – Sejak 1 Juli, Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Nunukan sudah tidak punya kewenangan menertibkan surat dokumen pelayaran kapal maupun speedboat.
Pasalnya, penertiban dokumen sudah diambil alih Balai Pengelola Transportasi Darat atau Balai wilayah 17 berpusat di Balikpapan.
Dalam proses pengambilan alih itu, Dishub Nunukan melihat ada ketidaksiapan Balai Pengelolaan Transportasi untuk mengakomodir semua pelabuhan di Kabupaten Nunukan.
Salah satuya, mengenai penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) kapal maupun speedboat.
Kepala Seksi Kepelabuhanan dan Keselamatan Pelayaran (Pekespel) Dishub Nunukan, Lisman menyampaikan, bahwa sebelumnya penerbitan dokumen oleh Dishub mengacu Pergub 44 tahun 2018 tentang Pelayaran Laut dan Sungai di Kaltara.
“Ini Pergub sudah dikoordinasikan dengan Jenderal Perhubungan Laut. Pergub digunakan untuk pelaksanaan SPB sungai, sertifikat, dan awak kapal. Nah, terhitung tanggal 1 Juli 2021, kita sudah menyerahkan kewenangan itu melalui surat Bupati Nunukan kepada Balai Darat Wilayah 17,” terangnya kepada Koran Kaltara, Kamis (14/10/2021).
Setelah diserahkan, kata dia, fakta di lapangan tampak Balai Darat Wilayah 17 belum siap mengakomodirkan semua pelabuhan di Kabupaten Nunukan.
“Karena, berdasarkan laporan teman-teman di pos, banyak surat-surat speedboat dan kapal yang telah mati dan belum diperpajang,” ungkapnya.
Atas laporan itu, kata dia, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kepala Pos Balai yang ditempatkan di Nunukan.
Namun, pihaknya mendapatkan informasi kalau Balai Darat Wilayah 17 menerbitkan Surat Persetujuan Olah Gerak (SPOG) untuk speedboat lokal dan SPB kapal untuk luar daerah.
“Saya mempertanyakan, bagaimana kelanjutan SPB ini. Karena, kita tahu, di pos-pos ini banyak yang tidak berjalan izin berlayarnya. Artinya, kapal itu berangkat ilegal. Untuk SPOG, saya juga mendengar itu, setahu saya ini untuk kapal-kapal besar,” bebernya.
Paling tidak, kata dia, Balai Darat Wilayah 17 melakukan sistem jemput bola kepada speedboat maupun kapal-kapal yang berlayar.
Sebab, kewenanganan ini belum banyak diketahui pemilik kapal.
“Mereka harusnya cepat tanggap. Karena, kita tidak ingin terjadi musibah. Contoh, kasus kecelakaan sinar baru sebelumnya, kita saling lempar. Nah, ini yang kita hindari,” ungkapnya.
Setiap pelabuhan, lanjut dia, Dishub memiliki peran sebagai penyelenggara pelabuhan. Sehingga mau tidak mau, ikut terlibat terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Kita di sana tahu, ada kapal berangkat, kenapa dibiarkan. Tapi kan bukan kewenangan kita sudah menerbitkan SPB,” ujarnya.
Menurut dia, pada September lalu, pihaknya melayangkan surat ke Balai Darat Wilayah 17 untuk memberitahukan jika banyak surat kapal sudah habis masa berlakuknya, termasuk SPB yang dinilai tidak berjalan sesuai prosedur.
“Ini menyangkut keselamatan pak. Kita tidak boleh main-main. Kejadian kita tidak tahu kapan terjadi, bisa saja besok atau lusa,” pungkasnya.
Dia mengatakan, apabila Balai Darat Wilayah 17 sudah mengambil alih, seharusnya ada kesiapan SDM yang ditempatkan.
“Kita mau mereka duduk di pos-pos. Nah, informasinya hanya satu pegawainya dan beberapa honornya, mampukan mengcover semua pelabuhan. Karena, petugas balai tidak ada pos-pos kami. Hanya di PLBL saja,” bebernya.
Dia mencontohkan, di Nunukan ada beberapa pelabuhan sangat padat pelayaran. Seperti Sei Jepun, Sei Bolong, Inhutani, dan Jamaker.
“Kita jangan ke wilayah tiga dan Sebatik dulu, di Nunukan saja sudah padat. Seperti Sei Bolong ada 72 trayek jika dalam sebulan ada ratusan pelayaran dilakukan. Pertanyaan, rasio untuk menangani bagaiamana,” pungkasnya. (mgr2*)