Lingkaranberita.com, BALIKPAPAN– Pasal 372 itu penggelapan terhadap obyek yang bergerak. Tidak tepat diterapkan untuk obyek tidak bergerak seperti kasus tanah. Untuk penggelapan yang obyeknya tidak bergerak, adalah pasal 385. Itupun harus ditetapkan terlebih dahulu pemilik obyeknya melalui peradilan perdata.
Demikian disampaikan oleh ahli hukum pidana, Dr. Eva Achjani Zulfa SH, MH dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, yang diajukan sebagai saksi ahli oleh tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Zam, mantan Direktur Utama (Dirut) yang didakwa dengan pasal 372, pasal 374 dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam sidang ke XII, di Pengadilan Negeri Balikpapan, hari Selasa tanggal 31 Oktober 2023.
“Jika menyangkut sengketa kepemilikan, seharusnya ditemukan dulu pemilik yang sah melalui peradilan perdata,” papar Dr. Eva menjawab pertanyaan dari Mansuri, anggota tim PH Zam.
Hakim Ketua Ibrahim Palino menyela, dengan memberikan ilustrasi, bahwa jika didalam sengketa kepemilikan itu ditemukan tindak pidana, apakah peradilan pidananya bisa dilanjutkan.
“Tidak bisa dilanjutkan Yang Mulia. Tetap harus menunggu keputusan perdatanya dulu,” tegas Dr. Eva. “Keputusannya onslag,” sambungnya.
Keputusan onslag atau lengkapnya onslag van rechtavervolging adalah keputusan lepas dari segala tuntutan hukum harus ditetapkan jika perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, namun perbuatan tersebut bukan suatu tindak pidana.
Hakim anggota Arief Wicaksono SH, MH ikut nimbrung dalam perdebatan antara peradilan pidana dan perdata itu.
Arief meminta saksi ahli mengerti bahwa tugas hakim pidana adalah harus segera memutuskan suatu perkara yang disidangkan. Karena tugas hakim masih banyak memutuskan terhadap perkara-perkara yang lainnya.
Jika untuk memutus suatu perkara pidana, lanjut Hakim Arief, harus menunggu keputusan perkara perdata terlebih dahulu, sampai kapan suatu perkara pidana bisa diputuskan. “Jika perkara perdata tidak putus juga sampai kiamat, apakah keputusan pidana harus menunggu sampai kiamat juga,” tanya Arief.
Dr. Eva dengan tegas menyatakan harus ditunggu sampai perkara perdatanya diputuskan. “Prinsip hukum pidana itu adalah kehati-hatian,” katanya, “Dalam hukum pidana itu tidak boleh menduga-duga,” tegas Dr. Eva yang juga mengingatkan JPU hendaknya cermat di dalam menyusun dakwaan.
*KESAKSIAN DAHLAN ISKAN*
Sebelum Dr. Eva memberikan kesaksian sebagai ahli hukum pidana, jaksa penuntut umum (JPU) terlebih dahulu membacakan kesaksian lima orang saksi yang diajukannya, tetapi tidak bisa hadir di persidangan hari Selasa itu. Kelima saksi itu adalah Dahlan Iskan, dua saksi dari pejabat Bank Mandiri, saksi ahli hukum perdata Prof. Dr. OK. Saidin SH, M.Hum dan saksi Rusmiyati yang mengaku sebagai istri pemilik tanah di Banjar Baru, Kalimantan Selatan, yang tanahnya dibeli oleh terdakwa.
Dahlan Iskan yang pernah menjadi pemegang saham mayoritas di PT. DM itu, semua kesaksiannya dibantah oleh terdakwa Zam.
Sebenarnya tim Penasihat Hukum (PH) Zam, yang dipimpin oleh Sugeng Teguh Santoso secara resmi meminta JPU menghadirkan Dahlan Iskan ke persidangan. Permintaan Sugeng dan tim itu direspon oleh Hakim Ketua Ibrahim Palino, yang sehari-hari adalah Kepala Pengadilan Negeri Balikpapan. “Kirimkan surat secara resmi kepada saksi Dahlan Iskan untuk hadir dan bersaksi di persidangan,” kata Ibrahim pada sidang sebelumnya. “Atau setidaknya bersaksi secara zoom,” tegas Ibrahim.
Menurut Jaksa Afrianto, saksi Dahlan Iskan sedang berobat ke China. Sampai tiba waktunya sidang hari Selasa tanggal 31 Oktober itu, Dahlan Iskan tidak juga hadir di persidangan. Karena itu kesaksiannya di hadapan penyidik Bareskrim Mabes Polri, dibacakan di dalam persidangan. “Bacakan seutuhnya. Jangan dikurangi sedikitpun. Karena begitulah diatur di dalam KUHAP,” tegas Hakim Ibrahim mengingatkan JPU.
KUHAP adalah kitab undang-undang hukum acara pidana.
Kesaksian Dahlan Iskan yang dibantah oleh terdakwa antara lain adanya rekening perusahaan yang menggunakan atas nama terdakwa, “Tidak bebar itu Yang Mulia,” tegas terdakwa Zam.
Dahlan menyatakan adanya kebijakan dari induk perusahaan, yakni Jawa Pos, bahwa pembelian aset perusahaan berupa tanah menggunakan nama direksi. Tujuannya agar aset dimaksud bisa cepat proses pembuatan sertifikatnya dan langsung berupa sertifikat hak milik (SHM). Bukan sertifikat hak guna bangunan (SHGB).
Terdakwa menanggapi bahwa dirinya pernah menjadi direksi PT. Jawa Pos selama sebelas tahun dan menjadi direksi PT. DM selama 24 tahun, tidak pernah mengetahui adanya kebijakan tersebut.
Dan kenyataannya, lanjut terdakwa, tiga sertifikatnya yang dipersoalkan, sejak awal pembelian berupa SHGB. Bukan langsung SHM.
“Pada waktu saya membeli aset-aset tanah yang dipersoalkan itu, tidak ada nama Jawa Pos di dalam daftar pemegang saham PT. Duta Manuntung,” tegas Zam.
Selain kesaksian Dahlan Iskan, JPU juga membacakan kesaksian dari pejabat Bank Mandiri, Laksmi Wulandari dan Glasnosta. Ada tiga sertifikat atas nama terdakwa yang dijadikan jaminan tambahan untuk kredit di bank pelat merah itu.
Terdakwa tidak ada menyatakan keberatan atas kesaksian pejabat Bank Mandiri itu. Kredit yang didapatkan dari Bank Mandiri dan Bank ICBC itu besarnya sekitar empat triliun lima ratus miliar rupiah.
JPU Afrianto juga membacakan kesaksian Rusmiyati, yang mengaku sebagai istri dari Alariansyah almarhum, yang tanahnya di Banjar Baru dibeli oleh terdakwa.
Kesaksian Rusmiyati itu dibantah oleh terdakwa. Tanah milik Alariansyah itu dibeli oleh terdakwa sebelum berdirinya PT. Duta Banua Banjar yang mengklaim melakukan pelunasan pembayaran kepada Rusmiyati. “Harganya tidak sebesar tanda terima yang ditunjukkan di dalam berita acara pemeriksaan (BAP),” ungkap Zam.
Sidang yang berakhir jam 16.15 itu, akan dilanjutkan pada hari Kamis tanggal 2 November 2023. PH terdakwa masih akan mengajukan saksi ahli hukum perdata. (*tar)