Hari kedua ekspedisi gunung Lawu 3.265 Meter Dari Permukaan Laut (MDPL) pun berlanjut, (29/1/2022). Pagi yang cerah dan matahari tampak terang disela kaki bukit tempat kami nge-camp.
Yah, tempat yang menjadi favorit saya di jalur Cetho ini, adalah Gupak Menjangan. Jaraknya tak begitu jauh dari Bulak Peperangan, hanya perlu 40 menit perjalanan untuk sampai di Pos ini.
CATATAN : Sandi Kurniyawan
POS GUPAK Menjangan menjadi tempat camp favorit para pendaki, karena di sekitaran area ini terdapat pohon-pohon pinus besar dan hamparan sabana yang menjadikannya teduh dan sangat nyaman.

Masih teringat suasana semalam, menghadapi hujan badai dan petir. Hingga pagi pun tubuh masih terasa seperti tidur diatas air es. “Ayo masak, buat sarapan dan kopi. Biar Gak dingin,” teriak pak Bambang di sebelah kiri saya.
Sontak kami bertiga bangun dan keluar dari sleeping bag dan Bergegas keluar dari tenda. Melihat di sekeliling luar tenda telah di penuhi tenda pendaki lain yang baru sampai.
Kami berbagi tugas, Sabil dan Bendot mengambil air tak jauh dari tenda kami. Saya dan pak Bambang sibuk menjemur semua peralatan dan pakaian yang basah kuyup akibat semalam.

Saat musim hujan, pendaki bisa menemukan sumber air yang terbentuk dari genangan air hujan. Dan menurut masyarakat setempat juga genangan air tesebut biasanya jadi tempat minum Menjangan (Rusa) yang ada di Gunung Lawu. Nama Gupak Menjangan sendiri diambil dari kata Menjangan atau Rusa tersebut.
Usai sarapan tepat pukul 09.10 kami pun bersiap untuk menuju target utama. Yaitu puncak utama gunung Lawu (Hargo Dumilah). Sekira 1 jam 30 menit waktu normal sampai disana dari tenda kami. Sambil jalan kami juga Sesekali mengabadikan foto dan video dalam perjalanan ini.
Karena tak bisa dipungkiri trek ini menjadi spot andalan bagi pendaki yang melintas. Karena bagi yang melewati akan disuguhkan hamparan Padang sabana yang luas sejauh mata memandang.
Jalur ini lebih ringan dibanding pos-pos sebelumnya. Usai melewati Gupak Menjangan kami memasuki wilayah Pasar Dieng atau ada juga yang menyebutnya Pasar Setan.
Pasar Dieng ini jadi salah satu tempat yang paling sering dibahas orang-orang karena namanya yang sangat aneh. Kondisi Pasar Dieng sendiri cukup terbuka dengan jalur berbatu yang jika pendaki tidak fokus akan sedikit membingungkan ketika melewatinya.
“Assalamualaikum, ini pasang Dieng pak, yang dikenal dengan pasarnya mahluk gaib,” ucap Bendot memberitahu kami.
Saat kami melintas cuaca di Pasar Dieng sedang berkabut tebal, membuat suasana menjadi sedikit mencekam. Kondisi ini membuat kami sempat kebingungan karena minim sekali petunjuk arah dan terdapat banyak simpangan.
Dari pengalaman tersebut saya bisa menduga salah satu alasan yang membuat tempat ini ditakuti oleh banyak orang bukan hanya karena cerita mistisnya.
Tapi karena kondisi jalurnya sendiri yang memang membingungkan, apalagi jika sedang datang kabut tebal. Hal ini memungkinkan pendaki yang melintas hilang arah atau bahkan tersesat.
Konon, dari tempat tersebut pun acap kali terdengar suara riuh layaknya pasar pada malam hari. Bahkan, ada cerita seorang pendaki yang mendengar suara seakan ia sedang ditawari barang, seperti “Mau beli apa, Mas ?”.
Mitosnya, jika mendengar suara tersebut, pendaki harus melempar uang ke arah suara seperti membayar barang yang ditawarkan. Jika tidak melakukan hal tersebut, Mitosnya, pendaki akan mengalami kesialan atau tersesat di gunung.
Hanya perlu 20 menit sampailah kami di kawasan Hargo Dalem. Hargo Dalem merupakan tempat sakral yang dipercaya masyarakat lokal sebagai tempat moksa-nya Prabu Brawijaya V yang juga Raja terakhir Majapahit. Moksa sendiri merupakan istilah dalam ajaran Hindu-Buddha untuk melepaskan ikatan keduniawian.
Moksa juga erat kaitannya dengan pembebasan dari siklus kematian dan kelahiran kembali atau samsara. Sekarang Hargo Dalem ini sering digunakan oleh masyarakat di sekitar Gunung Lawu sebagai tempat mencari ilmu, keberuntungan, dan lain sebagainya.
Selain itu di Hargo Dalem ini terdapat juga warung yang disebut-sebut sebagai warung tertinggi di Indonesia yaitu Warung Mbok Yem. Warung legendaris ini berada di ketinggian 3.150 mdpl dan hanya berjarak 115 meter dari puncak Gunung Lawu.
Di tempat ini para pendaki bisa beristirahat sejenak atau bisa juga membuka tenda di sekitaran Hargo Dalem sebelum melanjutkan pendakian ke Puncak tertinggi Gunung Lawu yang bernama Puncak Hargo Dumilah.
“Wah, ini warung legendaris itu Yah? Pecel mbok Yem yang terkenal itu kan,” kata saya.
Untuk sampai di Puncak Hargo Dumilah para pendaki hanya perlu waktu 30 menit perjalanan, dengan jalur yang cukup terjal namun masih aman untuk dilalui. Jika cuaca cerah, di puncak para pendaki bisa menikmati pemandangan yang sangat indah.
Salah satunya pemandangan puncak-puncak gunung yang ada di sisi timur Gunung Lawu seperti Gunung Liman, Gunung Kelud, Gunung Arjuno-Welirang bahkan Gunung Semeru. Tapi sayang kali ini kami kurang beruntung, cuaca di puncak berkabut tapi cerah.
Bisa menikmati keindahan alam yang ada di sepanjang jalur pendakian dan juga mengenal budaya unik masyarakat setempat menjadi hal-hal paling menarik dari pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho ini.
Meskipun banyak cerita mistis yang melekat dengan Gunung Lawu, saya lebih senang melihat gunung ini sebagai gunung yang punya catatan sejarah panjang. Sehingga di samping mendaki gunung para pendaki pun bisa belajar mengenal sejarah lewat peninggalan-peninggalan yang ada.
Dibanding membicarakan Gunung Lawu lewat cerita mistisnya akan lebih bijak jika mengangkat Gunung Lawu dengan cerita sejarah dan keindahannya yang luar biasa.(*/Selesai/wan)
Estimasi Waktu Pendakian :
• Basecamp – Pos Simaksi = 10 menit
• Pos Simaksi – Pos 1 = 60 menit
• Pos 1 – Pos 2 = 70 menit
• Pos 2 – Pos 3 = 120 menit
• Pos 3 – Pos 4 = 120 menit
• Pos 4 – Pos 5 Bulak Peperangan = 80 menit
• Pos 5 Bulak Peperangan – Pos 6 Gupak Menjangan = 40 menit
• Gupak Menjangan – Pasar Dieng = 45 menit
• Pasar Dieng – Hargo Dalem = 20 menit
• Hargo Dalem – Hargo Dumilah = 30 menit
Perkiraan waktu ini bisa berubah tergantung waktu istirahat dan ritme jalan teman-teman. Semoga bermanfaat, salam lestari.