PENAJAM, lingkaranberita.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Penajam Paser Utara (PPU) meminta pemerintah serius menyelesaikan konflik antar masyarakat dan Perusahaan PT ITCI Kartika Utama. Penekanan itu, diutarakan pada rapat dengar pendapat (RDP) di Kantor DPRD, Selasa, (31/8/2021).
Rapat kala itu, dipimpin langsung Ketua DPRD PPU Jhon Kenedi. Hadir puluhan masyarakat, perwakilan perusahaan dan juga Pemkab PPU. Dalam kesempatan itu, para pihak mengutarakan sudut pandang masing-masing atas sengketa lahan masyarakat yang sudah terjadi sejak lama itu.
“Tuntutannya pada pemerintah. Ada sengketa lahan antara masyarakat dengan PT ITCI. Ini sebenarnya sudah lama dan berlarut-larut. Makanya kita mediasi kedua belah pihak,” ujarnya saat diwawancarai Senin, (6/9/2021).
Masyarakat yang hadir itu di antaranya warga Desa telemow dan warga Kelurahan Maridan serta organisasi masyarakat (ormas) Lembaga Adat Paser (LAP). Dari sisi pemerintah, hadir Asisten II Setkab PPU, Ahmad Usman, Kepala Bagian Hukum dan HAM, Pitono. Juga perwakilan Kecamatan Sepaku, Pemerintah Desa Kelurahan Maridan dan Pemdes Telemow. Pun hadir Perwakilan ATR/BPN Penajam.
Pasca Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim), hingga kini memang lokasi pasti ibu kota negara (IKN) baru itu belum diketahui secara pasti. Namun begitu, dari kunjungan beberapa pejabat negara, sudah bisa terbayangkan perkiraan lokasi itu.
Kecamatan Sepaku, tepatnya Desa Telemow adalah salah satu tempat yang dikunjungi sejumlah Menteri itu. Dalam agenda pemindahan ibu kota baru. Seiring dengan itu, isu soal lahan ini juga terus terangkat. Khususnya di sebagian wilayah yang kerap dikunjungi tadi.
Untuk diketahui, di desa itu sekira 80 persen lahan tersebut milik negara. Yang digunakan PT ITCI dengan status lahan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) berupa perumahan ITCI. Dari luas lahan 481,6 hektare, sebanyak 305,6 hektare merupakan lahan HGU PT ITCI dan 176 hektare lahan warga atau pemukiman.
Nah, gak sedikit juga pemukiman warga yang berdiri di lahan HGU milik PT ITCI. Mulai rumah warga, puskesmas dan kantor desa Telemow yang status lahannya pinjam pakai dengan PT ITCI. Diketahui status pinjam pakai ini habis kontrak karyanya hingga 2037.
Terkait masalah ini, warga tentu was-was. Jika suatu ketika nanti lahan tersebut diambil oleh pemerintah. Adapun warga menyerahkan kembali masalah ini pada pemerintah. Berharap kebijakan tersebut hadir dengan solusi yang memihak masyarakat.
Sepanjang sepengatahuan Jhon, masalah ini bukan baru ada saat ini. Namun sudah beberapa kali diungkapkan masyarakat. Dan selama itu pula polemik tak kunjung usai.
“Karena HGU atau HGB itu sudah beberapa kali perubahan, dimulai dari 1998 yang berakhir di 2013. Lalu proses perpanjangan. Proses perpanjangan itu ada syarat yang harus dipenuhi,” katanya.
Kemudian untuk menyikapi masalah ini, Jhon menuturkan harus ada dilaksanakan cek lapangan. Untuk mengetahui posisi lahan yang dimaksud. “Makanya kami meminta pemerintah untuk turun ke lapangan, kroscek atas klaim pihak masyarakat dan perusahaan. Agar tidak hanya jadi masalah yang simpang-siur,” ungkapnya.
Hal ini, sambungan, untuk menelisik lebih jelas. Selanjutnya, dari hasil cek lapangan itu bisa disandingkan dengan berkas-berkas yang dimiliki masing-masing pihak. “Agar bisa mengetahui masalah dengan lebih jelas. Karena negara ini negara hukum, yang harus dibuktikan baik secara data dan lapangan. Dari situ bisa diketahui yang menjadi kewenangan perusahaan, dan kewenangan masyarakat,” imbuh Politikus Partai Demokrat ini.
Selepas itu, dari semua hasil kroscek yang sudah dilakukan, maka akan terlihat solusinya. Semisal dalam lahan HGB itu ada lahan masyarakat, bangunan dan kebun, maka itu harus dikeluarkan dari status itu. Dan jika itu terjadi, maka pemerintah harus turun untuk mencarikan solusinya. Sebab yang akhirnya menerbitkan status itu juga dari pemerintah, melalui BPN.
“Kalau misal memang di dalamnya ada lahan milik masyarakat, maka itu harus tetap menjadi hak masyarakat. Solusinya ya harus dengan perubahan HGB. Tapi berdasarkan bukti yang kuat. Karena negara kita negara hukum,” tegasnya.
Dengan digelarnya RDP ini, Jhon berharap polemik lahan ini bisa segera selesai. Dengan tidak merugikan pihak yang bersengketa. “Saya rasa jika semua dibicarakan dengan bijaksana, pasti ada solusinya. Perusahaan ini juga perusahaan yang tidak mengerti hukum. Mereka hanya perlu klarifikasi dahulu apa yang menjadi hak masyarakat yang dimaksud,” pungkasnya. (adv/mgr)